Nurcholis Majid

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada awal abad 20an sebagian kalangan kaum intelektual muslim timbul kesadaran untuk membawa umat Islam kepada tingkat kemajuan dalam berbagai aspek, salah satunya dalam bidang pendidikan sehingga umat Islam mampu menghadapi tantangan modernisasi. Nurcholis Majid merupakan salah satu tokoh pembaharu dalam bidang pendidikan. Dalam gagasan pembaharunya Cak Nur sering mendapatkan pertentangan oleh kaum Islam Tradisional karena menganggap gagasannya berpahamkan sekularisme. Gagasan ini diperkuat dengan pernyataannya mengenai “ Islam Yes, Partai Isam No ”. namun Cak Nur mengatakan sekularisasi berbeda dengan sekularisme.
Sekularisasi tidak dimaksudkan untuk menerapkan paham  sekularisme dan mengubah kaum muslimin menjadi sekularis. Maksud dari sekularisnya adalah menduniawikan hal-hal yang semestinya bersifat duniawi, dan melepaskan umat islam dari sifat mengukhrowikannya.[1]
Menurut  Cak Nur, sangat penting diadakan pembaruan setelah melihat persoalan yang dihadapi muslim di Indonesia. Pembaruan harus dimulai dengan dua tindakan yaitu, melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai baru yang berorientasi pada masa depan. salah satu gagasannya dalam bidang pendidikan adalah pembaruan pesantren yang merupakan cita-cita modernisasinya.

B.     Rumusan Masalah.
1.      Siapakah Nurcholis Majid itu?
2.      Bagaimana pandangan Nurcholish Majid terhadap bidang pendidikan Islam ?

C.    Tujuan
Berdasarkan makalah yang sudah tertulis ini, pemakalah mengharapkan agar pembaca dapat memahami peranan dan kontribusi Nurcholish Majid di dalam dunia Pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Riwayat Hidup

Nurcholis Majid atau yang biasa dikenal dengan panggilan akrabnya Cak nur adalah sosok tokoh yang terkenal dikalangan tepelajar sebagai orang yang mempolopori modernisasi dalam bentuk sedikit radikal. Nurcholis Majid dilahirkan di Mojoanyar, Jombang –Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939 bertepatan dengan 26 Muharram 1358 H dan dibesarkan di keluarga kalangan santri. Ayahnya bernama Abdul Madjid adalah santri dari tokoh pendiri NU (Nahdlatul Ulama) yaitu Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari di pesantren Tebu Ireng, Jombang. Sedangkan Ibunya bernama Hj. Fathonah putri dari Kiai Abdullah Sajad, pendiri Pesantren Gringging di Kediri. Fathonah adalah adik dari Imam Bahri, santri Kiai Hasyim di Pesantren Tebu Ireng.
Cak Nur dulunya bernama Abdul Malik yang artinya Hamba Allah, perubahan nama menjadi Nurcholish Madjid terjadi pada  usia 6 tahun karena sering saikt-sakitan. Lingkungan tradisi Jawa anak yang sering sakit dianggap keberatan nama dan oleh karenanya perlu diganti. Alasan lain digantinya nama Cak Nur ketika mulai diajari mengaji oleh ibunya, dan membaca surat Al-Fatihah, ia selalu minta agar kata maliki (yawmiddin) dalam surat itu diloncati saja. Asal-muasal nama Nurcholish Madjid tidak terlalu jelas, tetapi nama itu berasal dari bahasa arab (nur adalah cahaya, cholish adalah murni atau bersih) sementara nama Madjid diambil dari nama belakang ayahnya[2].
Pendidikan Cak Nur dimulai dari memasuki Sekolah Rakyat (SR) pada pagi hari, sedangkan pada sore hari ia bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah. Setamat dari pendidikan  dan ibtidaiyah, Cak Nur melanjutkan belajarnya di Pesantren Darul Ulum Rejoso, Jombang. Seltelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Kulliyatu Muallimim Alislamiyah ( KMI) Pesantren Darusalam di Gontor Ponorogo[3].
Setamat dari Gontor, ia melanjutkan studi pada Institut Agama Islam Negeri yang kini berganti nama menjadi UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, Fakultas Adab Humaniora jurusan Sastra Arab. Ia berhasil menggondol gelar sarjana tahun 1968. Setamat dari UIN, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Chicago, Illinois Amerika Serikat dan berhasil meraih gelar Doktor dalam bidang Islamic Thought.
Semasa menjadi mahasiswa, Nurcholis dipercaya menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam cabang Ciputat pada tahun 60-an, kemudian menjadi Ketua Umum Pengurus Besar selama periode 1966-1969 dan 1969-1971. Tidak hanya itu, ia juga menjadi presiden pertama Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara ( PEMIAT) tahun 1967-1969, dan menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Internasional Islamic Federation of Student Organization (IIFSO) pada 1969-1971.
Pada saat menjabat sebagai ketua umum pengurus besar HMI, ia telah menyusun sebuah buku materi pengkaderan keislaman yang berjudul Nilai-nilai Dasar Perjuangan, buku ini wajib yang menjadi dasar dan motivasi perjuangan anggota HMI. Cak Nur adalah  seorang penulis yang produktif, karya tulisnya tidak hanya berupa buku tetapi ia juga rajin menulis berbagai artikel mengenai keislaman, politik islam, moral yang dimuat di berbagai media cetak. Dimana karya tuisannya ini berisikan gagasan dan pemikiran yang banyak mengundang konroversi dikalangan para ilmuwan. Salah satu gagasannya yaitu “ Islam Yes, Partai Islam No ”. Ia juga pernah menerjemahkan buku Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam : Sebuah Pembelaan Kaum Suni karya Mustafa Al-Sibai.
 Kegiatan dalam bidang pendidikan, antara lain: mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah, 1985-2005,  peneliti pada LIPI, 1978-2005, guru besar tamu di Universitas McGill, Montreal, Canada, 1991-1992. Fellow dalam Eisenhower Fellowship, bersama isteri 1990. Sejak tahun 1986, bersama kawan-kawan di ibukota mendirikan dan memimpin Yayasan Wakaf Paramadina, dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada gerakan intelektual Islam di Indonesia.[4]
Berbagai aktivitas yang dilakoninya inilah yang menjadikan Cak Nur sebagai tokoh pembaruan pemikiran Islam pada decade 1970an, hal ini dibuktikan ketika diselenggarakannya acara diskusi oleh empat organisasi islam, yaitu HMI, Pelajar Islam Indonesia, Gerakan Pemuda Islam Indonesia, dan Persatuan Sarjana Muslim Indonesia, ia membawakan makalh yang berjudul “ Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat ”. [5]
Cak Nur meninggal dunia pada 29 Agustus 2005 akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata meskipun merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada negara.[6]
B.     Ide pemikiran
Gagasan dan pemikiran Nurcholish Majid, tidak hanya mencakup satu bidang saja melainkan dalam berbagai bidang, termasuk didalamnya masalah doktrin, ilmu pengetahuan, peradaban, politik,dll. Dari berbagai pemikirannya ini dapat ditelusuri konsep yang berkaitan dengan pendidikan yaitu modernisasi dalam pendidikan pesantren, pendidikan dalam rumah tangga, dll.
Pesantren terdiri dari 5 pokok elemen, yaitu: kyai, santri, masjid, pondok dan pengajaran kitab-kitab klasik. Umumnya keberadaan kyai dalam pesantren  laksana jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas kyai memperlihatkan peran yang otoriter karena kyailah perintis, pendiri, pengasuh, pemimpin bahkan pemilik tunggal sebuah pesantren. Segala urusan yang berkaitan langsung dengan pesantren menjadi  dan bahkan bisa dicampuri oleh kyai langsung. Sehingga banyak pesantren yang tutup pasca wafatnya sang kyai.
Dalam proses pembelajaran para santri mempelajari kitab-kitab klasik dimana kitab-kitab tersebut dapat mengidentifikasikan kazanah keilmuan yang yang bernuansa kultural, akhlak, ilmu, karomah, integritas keimanan, kefaqihan, dan sebagainya. Masjid juga menjadi hal utama dalam sistem pembelajaran pesantren. Disini, masjid bukan hanya dijadikan sebagai sarana kegiatan saja, namun juga sebagai pusat belajar mengajar.
Sikap tradisi pesantren dibedakan menjadi dua jenis yaitu salafi dan khalafi. Jenis salafi merupakan jenis pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Berbeda dengan pesantren khalafi yang tampaknya menerima hal-hal baru yang dinilai baik disamping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik.[7]
Berikut ini ada beberapa pemikiran dan gagasan Nurcholis Majid dalam bidang pendidikan Islam.[8]
1.      Pembaruan Pesantren, sesuai dengan latar belakang kehidupannya yaitu seorang cendekiawan yang dibesarkan di lingkungan pesantren. Gagasan dan pemikirannya tentang pesantren ini dapat dilihat dari karyanya yang berjudul Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Dalam bukunya ini Cak Nur berpendapat bahwa pesantren harus lebih baik dan lebih berguna mempertahankan fungsi pokoknya yaitu sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan agama. Penyelanggaran pendidikan ini dapat diberikan dalam beberapa cara yaitu :
a.       Mempelajari Alqur’an dengan cara yang lebih sungguh-sungguh dengan menitikberatkan pada pemahaman makna dan ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya. Dimana pengajarannya mengenai pengertian ayat atau surat dengan menghubungkan ayat atau surat lainnya.
b.      Melalui pertolongan sebuah bahan bacaan atau buku pegangan. Penggunaan cara ini sangat bergantung pada kemampuan para pengajar dalam mengembangkannya secara luas.
c.       Selain itu baik sekali memanfaatkan mata pelajaran untuk disisipi pandangan-pandangan keagamaan tadi. Dan menanamkan kesadaran dan penghargaan yang lebih wajar pada hasil-hasil seni budaya Islam.

Selanjutnya Nurcholish Majid menganjurkan agar pesantren tanggap terhadap tuntutan-tuntutan hidup anak didiknya kelak dalam kaitannya dengan perkembangan zaman. Pesantren dituntut dapat membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan nyata yang dapat membekali mereka dengan kemampuan nyata yang didapat melalui pendidikan pengetahuan umum secara memadai, harusnya tersedia jurusan-jurusan alternative bagi anak didik seusai dengan potensi dan bakat mereka.
Nurcholish Majid berkesimpulan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan weltanschauung yang bersifat menyeluruh. Pesantren diharapkan memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan responsi terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada.
Ia juga berbicara tentang pola dalam pergaulan pesantren, santri sebagai melek huruf atau seseorang yang selalu mengikuti seseorang guru kemana guru ini pergi menetap. Menurutnya, pesanten adalah lingkungan kaum terpelajar yang haus terhadap ilmu pengetahuan, sehingga kemanapun dan dimana pun sumber ilmu itu berada, ia harus mencari dan mengejarnya. Selain itu Cak Nur memotret tentang tradsi pesantren yang berkaitan dengan tradisi mistik atau tasawuf yang ada dalamnya.
2.      Pemikirannya dalam bidang pendidikan juga terlihat dari upayanya membangkitkan rasa percaya diri pada umat Islam. Caranya antara lain dengan menunjukan bahwa umat islam pernah tampil sebagai pelopor dalam bidang ilmu pengetahuan baik agama maupun umum, dan tampil sebagai adikuasa. Cak Nur memperkenalkan pemikiran para tokoh filosof tingkat dunia, seperti Alkindi, Al-Asy’ari, Alfarabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusd, Ibn Taimiyah, Ibn Khaldun, Al-Afghani, dan Muhammad Abduh, agar umat Islam menggali khazanah intelektual Islam di zaman klasik.
3.      Peningkatan pengamalan agama. Menurutnya, bahwa hal yang terpenting untuk diperhatikan adalah masalah bagaimana “ taat dalam menjalankan agama ”, tidak hanya pada pelaksanaan segi-segi formal simbolik, seperti ibadah, ritual,sakramen. Namun sikap taat ini harus ditindaklanjuti dengan amal perbuatan atas dasar kesadaran mendalam dan menyeluruh akan makna dan semangat ajaran agama itu. Simbolisme memang penting, karena pada hakikatnya symbol adalah bentuk penyederhanaan permasalahan sehingga dapat dipahami dengan mudah. Namun tidak seharusnya makna dibalik symbol itu terlupakan.
4.      Adanya perpustakaan masjid. Menurutnya, kini semakin terasa adanya tuntutan agar masjid-masjid dilengkapi dengan simpanan buku atau kitab yang mampu memperkaya perbendaharaan kaum muslimin. Cak Nur berpendapat karena membaca sesuai dengan perintah Allah yang pertama yaitu “membaca”. Membaca adalah kegiatan manusia yang paling produktif , sebab dengan membaca orang dapat melakukan penjelajahan bebas kemana-mana, kedaerah-daerah ilmu pengetahuan yang belum dikenal. Membaca adalah kegiatan memahami apa yang tertulis dan apa yang ditulis baik itu kitab, buku, serta dokumen-dokumen lainnya yang merupakan simpanan ilmu pengetahuan dan akumulasi pengalaman umat manusia sepanjang sejarahnya. Karena melalui itulah ilmu diwariskan dan dikembangkan dari generasi ke generasi.
5.      Pendidikan agama di dalam rumah tangga. Karena menurutnya, pendidikan agama sesungguhnya adalah pertumbuhan total seorang anak didik, dan orang tua mempunyai peran penting dalam mendidik anak melalui pendidikan. Pendidikan agama dalam rumah tangga tidak cukup hanya dengan pengajaran kepada anak mengenai segi ritual dan formal agama. Pendidikan agama tidak dapat sepenuhnya dapat dilakukan oleh guru ngaji yang didatangkan kerumah. Namun perlu adanya peran tingkah laku, teladan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh.
6.      Pendidikan akhlaq. Cak Nur memiliki perhatian khusus terhadap tegaknya etika, moral, dan akhlaq umat Islam. Hal ini terbukti dalam berbagai kesempatan dalam tulisannya, ia banyak menyinggung kehancuran suatu bangsa dari sejak zaman klasik karena kehancuran akhlaq. Ia juga mengingatkan bahaya dengki yang dapat memakan segala kebaikan dan merupakan pangkal kesengsaraan, mengingatkan manusia agar mampu menahan amarah, mengendalikan hawa nafsu, taat karena benar, memperhatikan perkataan orang lain, hormat pada orang tua, dalam bekerja hendaknya berorientasi pada prestasi bukan prestise, berpikir dan bertindak strategis, hubungan amal saleh dan kesehatan jiwa, menjauhi kemewahan, mengatakan yang benar walaupun terasa pahit, mau berkorban, dan sebagainya.
7.      Pesan-pesan takwa. Nurcholish Majid sering mnegungkapkan tentang pesan-pesan takwa yang mengacu pada bagian pertama surat Al-baqarah, ia mengatakan bahwa sifat utama kaum bertakwa adalah beriman kepada yang gaib, menegakkan shalat, mendermakan sebagian harta yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka, beriman kepada kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, beriman kepada kitab suci yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW, dan yakin akan Hari Kiamat.
Dalam upaya menanamkan ketakwaan inialh orang sering terkecoh dengan menuduhnya sebagai orang yang sekuler dan berorientasi kebarat-baratan. Pemahaman Cak Nur berbeda dengan pemahaman ketakwaan sebagaimana yang umumnya dianut masyarakat. Dengan penguasaan nya terhadap bahasa dan sastra Arab yang mendaam serta pengetahuan sejarah dan ajaran Islam yang komprehensif mendorong Nurcholish Majid mampu memberikan pesan takwa secara konstektual, actual, segar, dinamis. Pemahaman takwa yang membawa orang mencapai kehidupan yang seimbang antara jasmani dan rohani, material dan spiritual, dunia dan akhirat.
Salah satu upaya yang dilakukannya dalam menanamkan pesan ketakwaannya ia sampaikan didalam materi khutbah, ia mengatakan bahwa “asas hidup adalah takwa kepada Allah SWT dan mencari ridho-Nya, semua asas hidup yang selain takwa dan mengharap ridho-Nya diibaratkan sebagai pondasi dari sebuah bangunan yang didirikan ditepi jurang yang retak, sehingga ketika bangunan itu berdiri akan runtuh dan masuk neraka”.
Pada kesempatan khutbah yang lainnya, Cak Nur berpendapat bahwa takwa adalah tujuan dari seluruh ajaran Alquran. Takwa adalah pola hidup atau gaya kita menempuh hidup yang disertai dengan kesadaran yang mendalam bahwa Allah itu hadir. Kesadaran bahwa Allah beserta kita mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam hidup, yakni :
a.       Kesadaran memberikan kemantapan dalam hidup. Bahwa kita ini tidak pernah sendirian, kita selalu bersama Tuhan. Oleh karena itu kita tidak akan takut menempuh hidup dan bersandar kepada-Nya.
b.      Dengan kesadaran hadirnya Allah dalam hidup kita, maka kita akan dibimbing kea rah budi pekerti luhur, ke akhlaq alkarimah.


























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Nurcholis Majid adalah salah satu Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Karena berbagai pemikirannya inilah yang mampu mempelopori modernisasi yang banyak menuai pro dan kontra dari umat Islam Tradisional yang menganggap pemikirannya berpahamkan sekularisme. Hal ini diperkuat dengan pernyataannya yang menolak secara tegas “ Islam Yes, Partai Islam No!!”.
Menurutnya sangat penting diadakan pembaruan pendidikan Islam karena merupakan sebuah tuntutan zaman setelah melihat persoalan yang dihadapi muslim di Indonesia. Pembaruan ini harus dimulai dengan dua tindakan yaitu, melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai baru yang berorientasi pada masa depan.
Selama ini umat islam hanya berorientasi kepada kehidupan akhirat, secara tidak sadar telah melupakan kehidupan dunia, sehingga umat islam sangat lamban dalam mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern. Dalam hal ini pendidikan islam dituntut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern mengadaptasikan pendidikan islam dalam dunia modern tanpa menghilangkan nilai-nilai Islam.
Upaya-upaya Nurcholis Majid dalam membangun pendidikan Islam di Indonesia dengan memberikan beberapa gagasan, yaitu :
1.      Pembaruan dalam pesantren
2.      Adanya kebangkitan intelektual di kalangan umat Islam
3.      Peningkatan dalam pengamalan agama
4.      Diadakannya perpustakaan masjid
5.      Pendidikan agama dalam rumah tangga
6.      Pendidikan akhlak
7.      Menyampaikan pesan-pesan takwa
B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan kami yakin makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Husaini Adian & Nuim Hidayat. November 2006. Islam Liberal. Jakarta : Gema Insan.
Weldan, Taufik Akhmad, & Dimyati Huda. Agustus 2004. Metodologi Studi Islam, Suatu Tinjauan Perkembangan Islam Menuju Tradisi Islam Baru.  Malang-Jawa Timur : Bayu Media Publishing.
Nata Abuddin. 2005. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Karim, Taufik Z (2013). Nurcholis Majid Pemikir Islam Kontroversial di Indonesia . https://taufikzk.wordpress.com/2013/11/27/nurcholish-madjid-pemikir-islam-kontroversial-di-indonesia/ . diakses Senin, 2 Maret 2015 pukul 13.00
Hayat (2012). Pemikiran Pendidikan Nurcholis Majid. http://ilmuhayat.blogspot.com/2012/05/pemikiran-pendidikan-nur-cholis-madjid.html . diakses Senin, 2 Maret 2015 pukul 13.15




[1] Adian Husaini, M.A , Nuim Hidayat. Islam Liberal, hal 30
[3] Ahmad Taufik Weldan, Metodologi Studi Islam, Hal 56
[5] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. , Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, hal 322
[7] ibid
[8]  Abuddin Nata, Op. Cit , hal 326-355

Komentar

Postingan Populer