BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Masalah belajar yang dapat dikatakan sebagai tindak pelaksanaan usaha pendidikan, adalah masalah setiap orang. Tiap orang boleh dikatakan selalu belajar, karena kenyataan bahwa belajar adalah masalah setiap orang maka jelaslah kiranya perlu dan penting menjelaskan masalah belajar itu.
 Manusia yang ingin mempertahankan hidupnya, ia harus tumbuh. Pertanyaannya, bagaimanakah usaha kita agar kita senantiasa tumbuh dan berkembang? Jawabannya yaitu kita mesti belajar. Apakah belajar itu dan bagaimana prosesnya? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sering terlontar berhubung masih kurangnya pemahaman seseorang tentang arti belajar.
Perintah membaca “iqra” sudah semenjak wahyu pertama disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Tidak kurang 24 ayat dari 17 surat, dalam Alquran membicarakan keutamaan membaca Alquran. Membaca Alquran bukan sekedar hanya membaca tapi mempelajari, meneliti dan sebagainya terhadap apa saja yang telah Allah ciptakan baik yang tersurat (qauliyah) yaitu Alquran dan yang tersirat yaitu alam semesta. Allah meminta manusia membaca berkali-kali minimal dua kali  maka niscaya dapat membuahkan ilmu dan memperkokoh iman. Seperti tercantum dalam Alquran Surat 96:1,3.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.



1.2   
1.2   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Belajar ?
2.      Bagaimana bentuk-bentuk belajar itu ?
3.      Apa Prinsip-prinsip belajar ?
4.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
5.      Apa hubungan belajar dengan berpikir ?
6.      Bagaimana cara belajar yang efektif dan mengoptimalkan hasil belajar ?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Belajar
Arti kata belajar dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Perwujudan dari berusaha adalah berupa kegiatan sehingga belajar merupakan suatu kegiatan.[1]

Pengertian Belajar menurut para Ahli:
1.      Burton 1[2]
“Learning is a change in the individual, due to interaction of that individual and his environment, which fills a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment”
Pada definisi tersebut terdapat kata kunci yang mencirikan tingkah laku individu dalam belajar, yaitu perubahan, interaksi, dan lingkungan.
2.      Lefrancois (1975 : 7)[3]
“Learning can be defined as changes in behavior resulting from experience”, belajar sebagai perubahan dalam tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman. Kata kuncinya ialah perubahan, tingkah laku, dan pengalaman.
3.      C.T. Morgan (Introduction to Psychology : 1962)[4]
Belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.
4.      Thursan Hakim (Belajar Secara Efektif : 2002)[5]
Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya fikir, dan lain-lain kemampuannya.
5.      Hintzman (The Psychology of Learning and Memory)[6]
“Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.
Belajar merupakan suatu proses perubahan kepribadian, karakter, sikap dan intelektualitas seorang individu yang secara relative berlangsung lama terhadap suatu hal atau objek yang berguna menunjang kegiatan belajar dan pembelajaran tersebut, dari belum mampu menjadi sudah mampu.
Disamping membawa manfaat belajar juga membawa mudharat, hanya saja tergantung bagaimana orang tersebut memanfaatkan hasil dari belajarnya. Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.  Belajar  berfungsi untuk mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar.  Artinya ilmu dan teknologi dapat digunakan untuk membangun benteng pertahanan. Dalam prespektif islam belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh  ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat, hal ini dinyatakan dalam Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 11[7]:
“.....niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.....”

2.2  Bentuk-Bentuk Belajar
Dalam proses belajar ada berbagai macam metode yaitu[8] :
1.         Belajar Abstrak
Belajar abstrak adalah metode belajar yang menggunakan cara berpikir yang abstrak. Tujuannya ialah memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Misalnya matematika, astronomi, filsafat dan tauhid.
2.         Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar yang menggunakan gerakan-gerakan motoric yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot atau neuromuscular. Tujuannya untuk memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniyah, misalnya : olahraga, music, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik, ibadah, sholat dan haji.
3.         Belajar Sosial
Belajar sosial adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk menguasai dan memecahkan masalah-masalah sosial. Misalnya masalah keluarga, persahabatan dan masalah kelompok.
4.         Belajar Pemecahan Masalah
Adalah menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas.
5.         Belajar Rasional
Adalah belajar dengan menggunakan berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya untuk memperoleh anekaragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
6.         Belajar Kebiasaan
Adalah proses pembentukan kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan positif (kontekstual).
7.         Belajar Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgement) arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya untuk memperoleh dan mengembangkan ranah rasa (affective skills).
8.         Belajar Pengetahuan
Adalah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap suatu objek pengetahuan. Tujuannya untuk memperoleh tentatau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajairnya.

Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality)[9].
Berikut ini kami akan memberikan contoh – contoh gaya belajar yang ada pada diri manusia.
1.      Visual (Visual Learnes)
Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitik beratkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dahulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya.
Ada beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya. Kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna. Ketiga  memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistic. Keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung. Kelima terlalu reaktif terhadap suara. Keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan. Ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
2.      Auditori (Auditory Learners)
Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memliki kesulitan menulis ataupun membaca.
3.      Kinestetik (Kinesthetic Learners)
Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya  ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.

2.3  Prinsip-Prinsip Belajar
1.         Siswa diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan pengarahan.
2.         Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.
3.         Belajar harus dapat menimbulkan gairah dan motivasi kuat pada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.
4.         Belajar itu proses yang berkesinambungan, maka harus dilakukan setahap demi tahap menurut perkembangan dan sistematika materinya.
5.         Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.
6.         Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan pengajaran yang harus dicapainya.
7.         Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan baik.
8.         Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana siswa dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
9.         Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
10.     Belajar adalah proses kontiguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan.
11.     Dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian ketrampilan /sikap itu mendalam pada siswa.

2.4  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni[10] :
1.         Faktor Internal (faktor dari dalam diri), seperti faktor fisiologis yang mencakup aspek pendengaran dan penglihatan, kondisi fisiologis, serta faktor psikologis yang mencakup kecerdasan, motivasi, belajar lanjut, dan reviu.
2.         Faktor Eksternal (faktor dari luar diri), seperti faktor lingkungan sosial dan nonsosial.
3.         Faktor Pendekatan Belajar, yakni jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.
Berikut uraian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
1.        Faktor Internal
a.        Fisiologis
1)        Pendengaran dan Penglihatan
Kondisi organ-organ khusus, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan penglihat, juga sangat memengaruhi kemampuan dalam menyerap informasi dan pengetahuan. Khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dalam penglihatan yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item informasi yang  bersifat echoic dan econic (gema dan citra). Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem memori tersebut.
2)        Kondisi Fisiologis[11]
Segala kegiatan belajar dan membelajarkan, termasuk pendengaran dan penglihatan pada waktu belajar dipengaruhi oleh kondisi fisiologis, yaitu kesegaran jasmani, keletihan, kurang gizi, kurang tidur atau sakit yang diderita. Pengaruh tersebut dapat menurunkan kualitas belajar sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan jasmani agar tetap bugar, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, dianjurkan untuk memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan.
b.        Psikologis
1)        Kecerdasan
Tingkat kecerdasan atau Inteligensi (IQ) siswa tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan kecerdasan seseorang maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan kecerdasan seseorang maka semakin kecil peluangnya untuk memeroleh sukses.
2)        Motivasi
Keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak melakukan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. Dalam psikologi, motivasi diartikan sebagai suatu kekuatan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat memengaruhi tingkah lakunya untuk melakukan kegiatan. 
Motivasi terbagi menjadi 2 macam yaitu : 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tumbuh dari dalam diri sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar karena menyadari bahwa kegiatan tersebut bermanfaat bagi dirinya dalam usahanya mencapai cita-cita. Adapun motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang juga mendorongnya untuk melakukan belajar.
3)        Belajar Lanjut (overlearning)
Menurut Mietzel, seseorang yang mempelajari unit pelajaran tertentu tidak dapat mengingat seluruh apa yang pernah dipelajarinya. Bagian yang masih teringat makin lam makin berkurang dan menurun dengan cepat, dan yang tersisa masih dapat teringat dalam waktu yang agak lama.
Overlearning ialah kegiatan belajar yang dilakukan setelah unit yang dipelajari dapat terhafal untuk pertama kalinya tanpa salah. Awal kegiatan belajar lanjut dinamakan belajar lanjut 0%.
4)        Reviu / Resitasi
Reviu atau resitasi ialah suatu cara belajar yang dilakukan untuk memproduksi pelajaran yang aktif, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Dengan cara reviu atau resitasi, kita berusaha merangkum apa yang telah dipelajarinya, mengecek penguasaannya terhadap bahan pelajaran yang sedang di pelajarinya, kemudian berusaha memusatkan perhatian pada bagian-bagian pelajaran yang dirasakan sulit dan menghambat kemajuan belajarnya.
Apabila kita mereview pelajaran secara berkala maka jumlah pengetahuan (hafalan) yang hilang (lupa) menjadi makin berkurang, akibatnya retensi tetap berada di atas ambang penguasaan belajar tuntas dan dapat bertahan untuk jangka waktu yang agak lama.[12] 

2.        Faktor Eksternal
1)        Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar. Guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin belajar dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Lingkungan sosial masyarakat dan tetangga juga teman sepermainan sekitar turut memengaruhi aktifitas belajar.
Yang lebih banyak memengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga, sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan dan demografi keluarga (letak rumah). 
2)        Lingkungan Nonsosial
Faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, cahaya dalam ruangan, alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan turut menentukan tingkat keberhasilan belajar.
Waktu yang digunakan untuk belajar yang selama ini sering dipercaya dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar tak perlu dihiraukan. Sebab, bukan waktu yang penting melainkan kesiapan sistem memori dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari.

3.        Faktor Pendekatan Belajar[13]
Pendekatan belajar dapat dibagi menjadi tiga macam tingkatan, yaitu:
1)        Pendekatan Rendah (reproductive dan surface)
Pendekatan belajar “reproduktif” (bersifat menghasilkan fakta dan informasi) dan “surface” (permukaan/bersifat lahiriah), yaitu mau belajar karena dorongan dari luar (ekstrinsik) antara lain takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya santai, asal hafal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
2)        Pendekatan Sedang (analitical dan deep)
Pendekatan belajar “analitical” (berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan informasi) dan “deep” (mendalam), yaitu mempelajari materi karena memang tertarik dan mersa membutuhkannya (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara mengapikasikannya.
3)        Pendekatan Tinggi (speculative dan achieving)
Pendekatan belajar “speculative” (pemikiran mendalam selain bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga mengembangkannya) dan “achieving” (pencapaian prestasi tinggi), yaitu dilandasi motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut ‘ego-enhancement’ (ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar ini lebih serius daripada pendekatan-pendekatan lainnya. Pendekatan ini memiliki keterampilan belajar (study skills) dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaah isi silabus. Baginya, berkompetisi dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana maju kedepan (plans ahead).[14] 

2.5  Hubungan Belajar dengan Berpikir
Belajar dan berpikir merupakan dua proses yang saling berkaitan, tetapi belajar dan berpikir merupakan proses yang berbeda. Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku, tetapi berpikir tidak selalu menghasilkan perubahan perilaku.
Belajar pada manusia erat sekali hubungannya dengan proses berpikir. Berpikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide, yaitu suatu simbolis. Kalau kita makan, maka kita bukan berpikir. Tetapi kalau kita membayangkan mengenai sesuatu makanan yang tidak ada, maka kita menggunakan ide atau simbol-simbol tertentu dan tingkah laku inilah yang disebut berpikir.
Macam-macam kegiatan berpikir dapat kita golongkan sebagai berikut : 
1.      Berpikir Asosiatif, yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang timbulnya ide lain, jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya, jadi ide-ide timbul secara bebas. Jenis-jenis berpikir asosiatif adalah :
a.       Asosiasi Bebas : Satu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasnya. Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya ide tentang restoran, dapur,nasi atau anak yang belum sempat diberi makan atau apa saja.
b.      Asosiasi Terkontol : Satu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya, ide tentang “membeli mobil,” akan merangsang ide-ide lain tentang harganya, mereknya, modelnya atau pajaknya, tetapi tidak merangsang ide tentang hal-hal lain diluar itu seperti peraturan lalu lintas, mertua yang sering meminjam barang-barang, piutang yang belum di tagih dan lain lain.
c.       Melamun : Yaitu menghayal bebas, sebebas-bebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis.
d.      Mimpi : Ide-ide tentang berbagi hal, yang timbul secara tidak disadari pada waktu tidur. Mimpi kadang-kadang terlupakan saat kita bangun, tetapi kadang-kadang masih dapat diingat.
2.      Berpikir Artistik : Yaitu proses berpikir yang sangat subyektif. Jalan pikiran sangat dipengaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Ini sering dilakukan oleh para seniman dalam menciptakan karya-karya seninya.
3.      Berpikir Terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan kepada sesuatu, biasanya diarahkan kepada pemecahannya persoalan. Dua macam berpikir terarah, yaitu : 

a.       Berpikir Kritis : yaitu membuat keputusan atau pemilihan terhadap suatu   keadaan. 
b.      Berpikir Kreatif : yaitu berpikir untuk menemukan hubungan-hubungan baru dalam berbagai hal. 
Dalam berpikir selalu menggunakan simbol, yaitu sesuatu yang dapat mewakili segala hal dalam alam pikiran. Misalnya perkataan “buku” adalah simbol uang mewakili benda yang terdiri dari lembaran-lembaran kertas yang dijilid dan dicetaki huruf-huruf. Disamping kata-kata, bentuk-bentuk simbol antara lain adalah angka-angka dan simbol-simbol matematika, simbol-simbol yang dipergunakan dalam peraturan lalu lintas dan sebagainya. 
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa berpikir terarah diperlukan dalam memecahkan persoalan-persoalan. Untuk dapat mengarahkan jalan pikiran kepada pemecahan persoalan, maka terlebih dahulu diperlukan penyusunan strategi. Ada dua macam strategi umum dalam memecahkan persoalan :
1.      Strategi Menyeluruh : di sini persoalan dipandang sebagai suatu keseluruhan dan dicoba dipecahkan dalam rangka keseluruhan itu.
2.      Strategi Detailistis : di sini persoalan dibagi-bagi dalam bagian-bagian kemudian dicoba dipecahkan bagian demi bagian.
Dalam strategi yang pertama, sering kali dapat dilihat hal-hal yang sama pada beberapa bagian sehingga dapat diatasi sekaligus. Dengan demikian, cara ini lebih efisien dan lebih cepat, dan terutama berguna kalau waktunya terbatas. 
Kesulitan dalam memecahkan persoalan dapat ditimbulkan oleh :
1.      Set : Cara pemecahan persoalan yang berhasil biasanya cendrung dipertahankan pada persoalan-persoalan yang berikutnya (timbul : set). Padahal belum tentu persoalan yang berikut itu dapat dipecahkan dengan cara yang demikian itu. Dalam hal ini akan timbul kesulitan-kesulitan, terutama kalau orang yang bersangkutan tidak mau mengubah setnya.
2.      Sempitnya Pandangan : Sering dalam memecahkan persoalan seseorang hanya melihat satu kemungkinan jalan ke luar. Meskipun ternyata kemungkinan yang satu ini tidak benar, orang tersebut akan mencobanya terus, karna dia tidak melihat jalan ke luar yang lain. Tentu saja ia akan menemui kegagalan. Kesulitan seperti ini disebabkan oleh sempitnya pandangan orang tersebut, sehingga ia tidak dapat melihat adanya beberapa kemungkinan jalan ke luar.[15]


2.6  Cara Belajar yang Efektif dan Mengoptimalkan Hasil Belajar
1. Cara Belajar Efektif
Kegiatan belajar dikatakan efektif  bila kegiatan belajar tersebut bisa mencapai tujuan yang ditentukan. Untuk meningkatkan efektivitas kegiatan belajar ada dua langkah yang harus diperhatikan, yaitu:
a.       Mengenali dan memahami diri
Mengenali dan memahami diri adalah mengetahui dan memahami kelebihan dan kelemahan baik yang ada pada diri sendiri (factor internal) ataupun yang diluar diri  yang berpengaruh terhadap diri sendiri (factor eksternal).

b.      Melaksanakan tekhnik pencapaian tujuan belajar
Bila seseorang telah memahami dirinya maka ia tinggal melaksanakan usaha pencapaian tujuan belajarnya sesuai dengan kondisi diri yang telah dipahaminya sehingga kegiatan belajarnya akan mencapai tujuan yang ditetapkan.

Untuk mencapai tujuan belajar efektif  maka hal yang perlu diperhatikan adalah:
Ø  Mengumpulkan dan mengelompokan bahan yang harus dipelajari.
Ø  Membagi waktu atau membuat jadwal belajar.
Ø   Bersikap optimis dan berpikir positif.
Ø  Segera memulai belajar tidak menunda-nunda.
Ø  Membuat catatan atau rangkuman.
Ø  Kerjakan latihan soal, diskusi dengan orang lain.
Ø  Jauhkan hal-hal yang menggangu konsentrasi.


2.  Mengoptimalkan Hasil Belajar[16]
Untuk mengoptimalkan ketuntasan belajar, siswa perlu dibekali dengan berbagai kemampuan strategi belajar. Guru dapat mengubah teori-teori kognitif dan pemrosesan informasi menjadi strategi-strategi belajar khas. Beberapa strategi belajar yang dimaksud adalah strategi mengulang, strategi elaborasi, strategi organisasi, strategi metakognitif.
1.              Strategi Mengulang
Agar terjadi pembelajaran, pembelajar harus melakukan tindakan pada informasi baru dan menghubungkan informasi baru tersebut dengan pengetahuan awal. Strategi yang digunakan untuk proses pengkodean ini disebut strategi mengulang rehearsal dan mengulang kompleks (complex rehearsal).
Strategi mengulang yang paling sederhana, yaitu sekedar mengulang dengan keras atau dengan pelan informasi yang ingin kita hafal disebut strategi mengulang sederhana, misalnya digunakan untuk menghafal nomor telepon dan arah ke satu tempat tertentu dalam jangka waktu pendek. Seorang pebelajar tidak dapat mengingat seluruh kata atau ide dalam sebuah buku hanya dengan mambaca buku itu keras-keras.
Penyerapan bahan lebih kompleks memerlukan strategi mengulang kompleks, yaitu perlu melakukan upaya lebih jauh sekedar mengulang informasi. Menggarisbawahi ide-ide kunci dan membuat catatan pinggir adalah dua strategi mengulang kompleks yang dapat diajarkan kepada siswa untuk membantu mereka mengingat bahan ajar yang lebih kompleks.
a.              Menggarisbawahi
Menggarisbawahi ide-ide kunci dari suatu teks adalah suatu teknik yang kebanyakan siswa telah pelajari pada saat mereka masuk perguruan tinggi. Menggarisbawahi membantu siswa belajar lebih banyak dari teks karena beberapa alasan. Pertama, menggarisbawahi secara fisik menemukan ide-ide kunci, oleh karena itu pengulangan dan penghafalan lebih cepat dan lebih efisien. Kedua, proses pemilihan apa yang digarisbawahi membantu dalam menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada. Sayangnya siswa tidak selalu menggunakan prosedur menggarisbawahi secara sangat efektif. Kadang kadang siswa juga menggarisbawahi informasi yang tidak relevan. Hal ini biasanya terjadi pada siswa-siswa sekolah dasar atau SLTP yang mengalami kesulitan menentukan informasi mana yang paling dan kurang penting.
b.              Membuat Catatan-catatan Pinggir
Membuat catatan pinggir dan catatan lain membantu melengkapi garis bawah. Perlu diperhatikan bahwa siswa telah dapat melingkari kata-kata yang tidak dimengerti, menggarisbawahi ide-ide penting, memberi nomor dan membuat daftar kejadian, mengidentifikasi kalimat yang membingungkan, dan menulis catatan-catatan dan komentar-komentar untuk diingat. Strategi mengulang khusunya strategi mengulang kompleks, membantu siswa memperhatikan informasi baru spesifik dan membantu pengkodean. Tetapi strategi ini tidak membantu siswa menjadikan informasi baru lebih bermakna.
2.              Strategi Elaborasi
Elaborasi merupakan proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang dengan menciptakan gabungan dan hubungan antara informasi baru dengan apa yang telah diketahui.
a.              Pembuatan Catatan
Sejumlah besar informasi diberikan kepada siswa melalui presentasi dan demonstrasi guru. Pembuatan catatan membantu siswa dalam mempelajari informasi ini secara singkat dan padat menyimpan informasi untuk ulangan dan dihafal kelak. Bila dilakukan dengan benar, pembuatan catatan juga membantu mengorganisasikan informasi sehingga informasi itu dapat diproses dan dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada secara lebih efektif.
b.              Analogi
Analogi adalah pembandingan yang dibuat untuk menunjukan kesamaan antara ciri-ciri pokok suatu benda atau ide-ide, selain itu seluruh cirinya berbeda, seperti jantung dengan pompa.
c.              PQ4R
Metode PQ4R digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. P singkatan dari preview (membaca selintas dengan cepat), Q adalah question (bertanya), dan 4R singkatan dari read (membaca), reflect (refleksi), recite (tanya-jawab sendiri), review (mengulang secara menyeluruh). Melakukan preview dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum membaca mengaktifkan pengetahuan awal dan mengawali proses pembuatan hubungan antara informasi baru dengan apa yang telah diketahui. Mempelajari judul-judul atau topik-topik utama membantu pembaca sadar akan organisasi bahan-bahan baru tersebut, sehingga memudahkan perpindahannya dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Resitasi informasi dasar, khususnya bila disertai dengan beberapa bentuk elaborasi, kemungkinan sekali akan memperkaya pengkodean.
3.              Strategi Organisasi
Seperti halnya strategi elaborasi, strategi organisasi bertujuan membantu pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru, terutama dilakukan dengan mengenakan struktur-struktur pengorganisasian baru pada bahan-bahan tersebut. Strategi-strategi organisasi dapat terdiri dari pengelompokan ulang ide-ide atau istilah-istilah atau membagi ide-ide atau istilah-istilah itu menjadi sub set yang lebih kecil. Strategi- strategi ini juga terdiri dari pengidentifikasian ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Outlining, mapping, dan mnemonics merupakan strategi organisasi yang umum.
a.              Outlining
Dalam outlining atau membuat kerangka garis besar, siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama. Dalam pembuatan kerangka garis besar tradisional satu-satunya jenis hubungan adalah satu topik kedudukannya lebih rendah terhadap topik lain. Sama dengan strategi lain, siswa jarang sebagai pembuat kerangka yang baik pada awalnya, namun mereka dapat belajar menjadi penulis kerangka yang baik apabila diberikan pengajaran tepat dan latihan yang cukup.
b.              Pemetaan Konsep
Salah satu pernyataan dalam teori Ausubel adalah bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 1988:149). Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin (1985) dalam Dahar (1988:149) mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya belajar bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep.
c.              Mnemonics
Mnemonics merupakan metode untuk membantu menata informasi yang menjangkau ingatan dalam pola-pola yang dikenal, sehingga lebih mudah dicocokan dengan pola skemata dalam memori jangka panjang.
d.              Chunking (potongan)
Misalnya seseorang dapat mengingat nomor telepon 10 angka karena ia telah membaginya dalam tiga kelompok, yaitu kode wilayah, kode tempat, dan tiga nomor orang yang dituju.
e.              Akronim (singkatan)
Terdiri singkatan misalnya ABRI merupakan singkatan dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.
4.              Strategi Metakognitif
Metakognisi berhubungan dengan pengetahuan siswa tentang cara berpikir mereka sendiri dan kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Belajar merupakan suatu proses perubahan kepribadian, karakter, sikap dan intelektualitas seorang individu yang secara relative berlangsung lama terhadap suatu hal atau objek yang berguna menunjang kegiatan belajar dan pembelajaran tersebut, dari belum mampu menjadi sudah mampu.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi belajar terdiri atas: 1) Faktor internal (dari dalam diri siswa); 2) Faktor Eksternal (dari luar diri siswa); 3) Faktor Pendekatan Belajar (strategi dan metode yang dilakukan untuk mempelajari materi-materi pelajaran).
Belajar dan berpikir merupakan dua proses yang saling berkaitan, tetapi belajar dan berpikir merupakan proses yang berbeda. Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku, tetapi berpikir tidak selalu menghasilkan perubahan perilaku.



DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Basleman, Anisah dan Syamsu Mappa. 2011. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar. : Refika Aditama.
Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta.





[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] Anisah Basleman dan Syamsu Mappa. Teori Belajar Orang Dewasa. Hlm. 7
[3] Ibid, Hlm. 9
[4] Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, M.Pd. Strategi Belajar Mengajar. Hlm. 5
[5] Ibid, Hlm. 5
[6] Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan. Hlm. 88
[7] Ibid, Hlm. 93
[8] Ibid, Hlm. 120
[9] Drs.Wasty Soemanto,M.pd. Psikologi Pendidikan. (Jakarta:2006). Hlm. 123
[10] Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan. Hlm. 29
[11] Anisah Basleman dan Syamsu Mappa. Teori Belajar Orang Dewasa. Hlm. 32
[12] Ibid, Hlm. 41
[13] Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan. Hlm. 136
[14] Ibid, Hlm. 125
[15] Sumber : http://amarsuteja.blogspot.com/2012/10/berfikir-dan-belajar.html, diunduh pada tanggal 8 April pukul 21.35
[16] Sumber : http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/mengoptimalkan-hasil-belajar-kognitif.html, diunduh pada tanggal 8 April 2014 pukul 21.43

Komentar

Postingan Populer